Legenda Yeti - Dunia Freak -->

Legenda Yeti


Yeti, dikenal juga sebagai "manusia salju yang keji", ialah makhluk legendaris yang menghuni wilayah Pegunungan Himalaya, Nepal, Tibet, Rusia, dan India.

Dalam mitologi Buddha, Yeti ialah makhluk tenang (damai), yang sangat pemalu, dan hidup di gua bersalju pada gletser di India.

Seorang seniman merekonstruksi mirip apa tampilan Yeti
berdasarkan laporan dan deskripsi saksi mata

Kata Yeti berasal dari adonan kata Tibetan untuk "berbatu-batu", dan "beruang".

Beberapa nama atau sebutan Yeti lainnya ialah :

Michê, dari bahasa tibet yang berarti "man-bear".

Dzu-teh, diterjemahkan sebagai "ternak", arti penuhnya diterjemahkan menjadi "ternak beruang", mengacu kepada beruang coklat Himalaya.

Migö atau Mirgö, diterjemahkan sebagai "manusia liar".

Bun Manchi, dari bahasa Nepal untuk "jungle man/manusia hutan". Nama ini dipakai di luar komunitas Sherpa, di mana Yeti ialah nama yang umum.

Mirka, nama lain untuk "wild-man" (manusia liar).

Kang Admi, sebutan untuk "snow man" (manusia salju).

Nama Yeti dan Meh-Teh ialah nama yang umum bagi penduduk orisinil di wilayah itu, dan telah menjadi potongan dari sejarah dan mitologi mereka.

Orang-orang Nepal juga menyebutnya Bonmanche yang berarti "manusia liar" atau Kanchanjunga rachyyas yang berarti "Iblis Kanchanjunga."


Yeti Telah terlihat di sekitar Himalaya semenjak 6 masehi, dan diketahui sebagai Bigfoot atau hominid berbulu tertua yang pernah dicatat dalam sejarah.

Yeti digambarkan sebagai makhluk mirip monyet besar yang berjalan tegak setinggi 8 hingga 10,5 kaki (2,4 - 3,2 meter), mempunyai bulu berwarna coklat, kemerahan, atau hitam kabur, dan berwarna putih.



Seruan atau sebutan Yeti sebagai "Abominable Snowman" (Manusia Salju yang keji) tercipta pada tahun 1921, tahun yang sama ketika Letnan Kolonel Charles Howard-Bury memimpin ekspedisi 1921 British Mount Everest reconnaissance expedition di Gunung Everest.

Berdiri dari kiri (S Wollaston, Charles Howard Bury, AM Heron dan Harold Raeburn)
Duduk dari kiri (Georges Mallory, EO Wheeler, Guy Bullock dan HT Morshead)


Dalam bukunya, Howard mencangkup sebuah kisah di mana ia menemukan jejak kaki di salju yang membentuk jalur ganda, yang dipercaya mungkin disebabkan oleh seekor serigala abu-abu berukuran besar.

Dia menambahkan bahwa pemandunya yang juga seorang Sherpa, menyampaikan bahwa itu niscaya jejak "The Wild Man of the Snows" (manusia liar dari salju), yang mereka beri nama "metoh-kangmi".

Metoh berarti "manusia beruang", dan Kangmi berarti "manusia salju".


Menurut H. Siiger, Sebelum Abad ke-19, Yeti ialah potongan dari kepercayaan pra-buddhis dari beberapa orang Himalaya. Dia diberitahu bahwa orang-orang Lepcha menyembah "makhluk gletser" sebagai Dewa Pemburu.

Dia juga melaporkan bahwa pengikut agama Bön percaya bahwa darah "mi rgod" atau "wild man" telah dipakai dalam upacara mistis tertentu.

Mereka menggambarkannya sebagai mahluk mirip monyet yang membawa watu besar sebagai senjata, dan membuat bunyi swoosh yang bersiul.


Pada tahun 1832, Jurnal milik James Prinsep yang berjudul Journal of the Asiatic Society of Bengal, menerbitkan catatan B. H. Hodgson wacana pengalamannya di Nepal Utara.

Catatan tersebut menceritakan pemandu lokalnya yang telah melihat seekor makhluk bipedal bertubuh tinggi yang ditutupi rambut gelap panjang yang kelihatannya mirip melarikan diri lantaran ketakutan.

Hodgson menyimpulkan bahwa itu ialah orangutan.


Catatan awal wacana jejak kaki Yeti dilaporkan muncul di tahun 1899 pada jurnal milik Laurence Waddell berjudul Among the Himalayas. Waddell melaporkan deskripsi pemandunya wacana makhluk mirip monyet besar yang meninggalkan jejak, yang Waddell pikir bahwa itu dibentuk oleh seekor beruang.

Cerita wacana makhluk mirip monyet mulai dikenal ketika sebuah jejak kaki berhasil ditemukan di antara salju maupun di sekitar lumpur, yang menawarkan bahwa makhluk cryptid mirip itu memang aktif atau hidup di Nepal, Tibet, dan wilayah sekitarnya.

Foto pertama kalinya jejak Yeti di dokumentasikan



Frekuensi laporan itu meningkat pada awal era ke-20. ketika orang-orang Barat mulai melaporkan melihat makhluk aneh, beserta jejak yang juga asing di wilayah pegunungan.

Ilustrasi ketika pendaki gunung melihat Yeti

Pada tahun 1925, N. A. Tombazi, seorang fotografer dan anggota Royal Geographical Society, menulis bahwa ia melihat seekor makhluk di bersahabat gletset Zemu.

Dia mengamati makhluk yang berjarak sekitar 180 hingga 270 meter itu kurang lebih selama satu menit.

"Tidak diragukan lagi, sosok itu persis mirip manusia, berjalan tegak, dan terkadang berhenti untuk menarik beberapa rhododendron bushes (sejenis tumbuhan berkayu). Makhluk itu tampak gelap di antara Salju, dan sejauh yang sanggup saya lihat, ia tidak mengenakan pakaian."



Sekitar dua jam kemudian, ketika Tombazi dan rekan-rekannya menuruni gunung, mereka melihat cetakan jejak makhluk itu, yang digambarkan "bentuknya serupa dengan manusia, tapi panjangnya 15 hingga 17 cm, dengan lebar 10cm. Cetakan tersebut tidak diragukan lagi berasal dari makhluk bipedal."

Jejak yang diduga milik Yeti di Himalaya yang ditemukan oleh
Frank S. Smythe pada 1936

Peter Byrne melaporkan bahwa ia menemukan jejak Yeti pada tahun 1948, di Utara Sikkim, India, di bersahabat gletser Zemu, ketika sedang berlibur dari penugasan Angkatan Udara Kerajaan di India.

Peter Byrne bersama dengan biarawan di biara Pangboche sekitar tahun 1958/9


Ketertarikan orang Barat terhadap Yeti memuncak secara dramastis di tahun 1950an, ketika eric Shipton memotret sejumlah cetakan jejak kaki berukuran besar di salju, ketika mencoba mendaki Gunung Everest pada tahun 1951.

Eric Shipton

Dugaan jejak kaki Yeti yang ditemukan oleh Dr. Michael Ward dan difoto
oleh Eric Shipton ini diambil di gletser Menlung pada Ekspedisi Everest
tahun 1951 bersama Edmund Hillary di Nepal.


Foto tersebut mendapat sorotan publik dan memicu perdebatan ketat mengenai makhluk apakah yang membuat jejak kaki mirip itu.

Beberapa beropini bahwa itu ialah bukti terbaik wacana keberadaan Yeti, sementara yang lainnya beropini bahwa cetakan itu berasal dari makhluk biasa yang terdistorsi oleh salju yang mencair.

Beberapa ekspedisi yang telah dilakukan untuk mencari keberadaan Yeti, hanya menemukan semacam jejak kaki, tulang belulang, dan sampel rambut, dari makhluk yang diduga sebagai Yeti.

Ekspedisi Yeti yang populer berasal dari Sir Edmund Hillary pada tahun 1953.

Sir Edmund Hillary ialah salah satu dari dua orang pertama yang berhasil mendaki gunung tertinggi di dunia yaitu Gunung Everest. Dia bersama dengan Sherpa Tenzing Norgay berhasil mencapai puncak pada tanggal 29 Mei 1953.

Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay di Everest pada Mei 1953

Dalam dunia Cryptozoology, Sir Edmund Hillary dikenal sebagai sebagai orang pertama yang memburu Yeti.

Edmund Hillary memegang ilustrasi Yeti

Berawal dari keingintahuannya wacana identitas dari "Abominable Snowman", membuat Edmund Hillary merencanakan sebuah pencarian terhadap makhluk tersebut pada tahun 1950an.

Pada tahun 1952, Hillary bersama dengan George Lowe menemukan rambut di sebuah celah tinggi ketika berada di pegunungan. Mereka kemudian menghubungkannya dengan sosok Yeti.

Pada tahun 1953, Hillary menemukan jejak Yeti di kawasan Barun Khola.

Pada tahun 1954, dua anggota tim Hillary kembali menemukan jejak Yeti di Lembah Choyang.

Beberapa Sherpa terpercaya di Nepal yang mengetahui beberapa jenis "MAbominable Snowman" di pegunungan Asia, kemudian memberitahu Hillary wacana penampakan pertama dari Yeti berukuran manusia, yang pernah mereka alami.

Ketika Hillary bersama dengan wartawan Desmond Doig pergi ke Himalaya untuk mencari Yeti, mereka mencatat bahwa ada beberapa primata tidak diketahui yang berkeliaran di sana, yang belum ditemukan secara resmi.

Di antaranya ada yang disebut sebagai "Nyalmo".

Hillary dan Doig mempelajari wacana Nyalmo di utara tengah Nepal. Makhluk tersebut dikatakan sebagai raksasa berukuran 20 kaki (6 meter), mirip manusia, berbulu, dan biasa menggoyangkan pohon cemara besar sebagai kegiatan untuk menguji kekuatan mereka, sementara Nyalmo lainnya duduk di sekitar dan bertepuk tangan.

Selama tahun 1950an, Hillary ialah orang yang mendukung kemungkinan adanya keberadaan Yeti.

Pada tahun 1960, Hillary melaksanakan ekspedisi untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti fisik Yeti. Dia mengirim sebuah kulit kepala Yeti dari Vihara Khumjung ke Barat untuk dilakukan pengujian.

Hasilnya menawarkan bahwa kulit kepala itu berasal dari kulit Serow.

Serow

Pada simpulan tahun 1960, Sir Edmund Hillary berangkat kembali dengan ekspedisi terkenalnya ke Nepal untuk mencari Yeti, yang disponsori oleh perusahaan Ensiklopedia World Book di Chicago.

Pada tahun 1954, Ekspedisi Snowman Daily Mail yang dipimpin oleh pendaki gunung berjulukan John Angelo Jackson, melaksanakan perjalanan pertama dari Everest menuju Kanchenjunga. Dia juga memotret lukisan simbolis Yeti di Tengboche gompa.

John Angelo Jackson

Jackson melacak dan memotret banyak jejak kaki di salju, yang sebagian besar sanggup diidentifikasi. Namun, banyak juga jejak berukuran besar lainnya yang tidak sanggup teridentifikasikan oleh mereka.

Pada tanggal 19 Maret 1954, Daily Mail mencetak sebuah artikel wacana sebuah tim ekspedisi yang mendapat spesimen rambut dari apa yang diduga berasal dari kulit kepala Yeti, yang ditemukan di biara Pangboche. Rambutnya berwarna hitam, terlihat berwarna coklat renta dalam cahaya redup, dan berwarna mirip merah (rubah) ketika berada di bawah sinar matahari.

Dr. Biswamoy Biswas menilik kulit kepala yang konon milik Yeti
selama Daily Mail Snowman Expedition pada 1954

Kulit kepala yang diduga milik Yeti di biara Khumjung

Rambut tersebut dianalisis oleh spesialis anatomi manusia, Profesor Frederic Wood Jones.

Selama penelitian, rambut tersebut dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian dianalisis secara mikroskopis, kemudian dibandingkan dengan rambut binatang yang telah diketahui mirip beruang dan orangutan.

Jones menyimpulkan bahwa rambut itu bukan berasal dari kulit kepala. Dia tidak sanggup menyampaikan secara persis dari manakah rambut yang diambil dari biara Pangboche ini berasal.

Jones yakin bahwa rambut tersebut bukan berasal dari beruang atau kera, namun rambut itu berasal dari bahu binatang berkuku kasar.

Dalam bukunya The Long Walk yang terbit pada tahun 1956, menceritakan Slawomir Rawicz dan beberapa orang lainnya sedang melintasi Pegunungan Himalaya pada ekspresi dominan hirau taacuh tahun 1940, ketika jalan mereka diblokir selama berjam-jam oleh dua makhluk bipedal mirip kera.


Slawomir Rawicz

Pada tahun 1957, seorang warga Amerika, Tom Slick, mendanai beberapa misi untuk mengusut beberapa laporan wacana Yeti. Pada tahun 1959, kotoran yang diduga milik Yeti dikumpulkan oleh salah satu tim ekspedisi Slick. Hasil analisis feses tersebut menemukan benalu yang tidak sanggup diklasifikasikan.


Cryptozoologist, Bernard Heuvelmans, menulis : "karena setiap binatang mempunyai parasitnya sendiri, hal ini mengindikasikan bahwa binatang induk (feses tersebut) berasal dari binatang yang tidak diketahui."

Ang Dawa menilik "tempat tidur Yeti" yang
ia dan Norman Dyhrenfurth temukan pada tahun 1958

Pemeritah Amerika Serikat berpikir bahwa untuk menemukan Yeti, tampaknya harus dibentuk semacam peraturan, dan mereka pun membuat tiga peraturan bagi tim Ekspedisi Amerika yang ingin mencarinya.

Peraturan tersebut di antaranya :

  1. Harus mendapat izin dari Nepal.
  2. Tidak membahayakan Yeti kecuali untuk membela diri.
  3. Membiarkan pemerintah Nepal menyetujui setiap gosip yang melaporan wacana inovasi binatang tersebut.
Pada tahun 1959, ketika berkunjung ke india, seorang pemain drama berjulukan James Stewart, dilaporkan menyelundupkan apa yang disebut sebagai Pangboche Hand (tulang tangan Yeti) di barang bawaanya, ketika ia terbang dari India menuju London.

James Stewart

Foto Pangboche Hand yang diambil pada tahun 1958 oleh Peter Byrne

"Yeti Scalp" (kulit kepala Yeti) dan "Pangboche Hand" (tulang tangan Yeti)

Cerita mengenai Yeti lainnya terjadi dalam sebuah insiden asing di Pegunungan Ural, Rusia, pada tanggal 2 Februari 1959. Sebuah kelompok beranggotakan sembilan orang yang dipimpin oleh Igor Dyatlov, tetapkan untuk berkemah di sebuah bukit yang nantinya akan diberi nama "Dyatlov Pass".

Igor Dyatlov


Malam itu, para pendaki tiba-tiba diserang oleh sesuatu yang pribadi membantai mereka.




Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai "Insiden Dyatlov Pass".


Karena di lokasi insiden terdapat beberapa jejak aneh, sebuah teori menerka bahwa kelompok tersebut telah diserang oleh Yeti.

Sampai hari ini, tidak diketahui apa yang sebetulnya terjadi pada pendaki tersebut, sehingga membuat mereka semua terbunuh secara misterius.

Foto yang ditemukan dalam gulungan film ini menunjukkan kelompok Igor
yang tengah berangkat, sebelum kamp terakhir mereka pada 2 Februari 1959.

Sampai pada tahun 1960an, kepercayaan pada Yeti umumnya terjadi di Bhutan, dan pada tahun 1966, sebuah perangko dibentuk untuk menghormati makhluk tersebut.


Pada tahun 1970, pendaki gunung dari Inggris, Don Whillans, mengaku telah menyaksikan makhluk itu ketika berada di Annapurna (salah satu gunung yang berada di pegunungan Himalaya).

Menurut Whillans, ketika memandu untuk mencari perkemahan, ia mendengar beberapa teriakan aneh. Menurut pemandu Sherpa-nya, itu ialah bunyi panggilan Yeti.

Don Whillans

Ketika malam hari, sebuah bentuk gelap bergerak di bersahabat kampnya. Keesokan harinya, ia mengamati beberapa jejak kaki mirip insan di salju, dan pada sore harinya, dengan memakai teropong, ia melihat makhluk bipedal mirip monyet selama 20 menit, yang tampak sedang mencari makanan, tidak jauh dari kamp miliknya.

Pada 1983, andal konservasi Himalaya, Daniel C. Taylor, dan sejarawan alam, Robert L. Fleming Jr, memimpin sebuah ekspedisi ke Barun Valley (tempat inovasi jejak diduga Yeti oleh Cronin dan McNeely).

Daniel C. Taylor

Ekspedisi tersebut juga menemukan jejak kaki serupa milik Yeti, dan laporan dari penduduk desa wacana dua beruang, rukh balu (beruang pohon berukuran kecil seberat 70 kg) dan bhui balu (beruang tanah, agresif, seberat 180 kg).

Pada tahun 2004, editor jurnal Nature, Henry Gee, menyebut Yeti sebagai teladan dari sebuah legenda yang layak untuk dipelajari lebih lanjut.
"Penemuan bahwa Homo floresiensis bertahan hidup hingga baru-baru ini, dalam istilah geologi, membuat kisah dari makhluk mitos lain, mirip makhluk mirip insan (Yeti), didasarkan pada kenyataan"
Pada awal Desember 2007, presenter TV Amerika, Josh Gates dan timnya dari Destination Truth, melaporkan inovasi serangkaian jejak kaki di wilayah Everest yang mirip deskripsi dari Yeti.

Josh Gates

Masing-masing jejaknya berukuran panjang 33 cm, dan mereka kemudian membuat cetakan dari jejak tersebut untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.


Cetakan tersebut diperiksa oleh Jeffrey Meldrum dari Idaho State University, yang percaya bahwa bentuk cetakan itu terlalu akurat jikalau itu ialah cetakan palsu atau hasil buatan manusia.

Jari besar yang dipamerkan di London's Royal College of Surgeons ini
pada awalnya diduga milik Yeti, namun berdasarkan Dr. Rob Jones (ilmuwan
senior di Zoological Society of Scotland) jari tersebut berasal dari manusia

Kemudian pada tahun 2009, Gates melaksanakan penyelidikan lain yang kali ini melibatkan inovasi sampel rambut. Seorang analisis forensik menyimpulkan bahwa rambut itu berisi urutan DNA yang tidak diketahui.

Pada tahun 2014, Discovery Channel membuat sebuah program berjudul Yeti Rusia : The Killer Lives, yang membuat dugaan bahwa sembilan pejalan kaki (yang dipimpin Igor Dyatlov) tersebut memang dibunuh oleh sosok Yeti.

Film dokumenter tersebut menunjukkan luka pejalan kaki yang telah meninggal, dan beropini bahwa itu disebabkan oleh sesuatu dengan kekuatan yang jauh lebih berpengaruh daripada manusia.

Yeti Rusia : The Killer Lives

Pada 25 Juli 2008, BBC melaporkan bahwa rambut yang dikumpulkan oleh Dipu Marak di kawasan terpencil Garo Hills, India Timur Laut, telah berhasil dianalisis oleh andal primata, Anna Nekaris dan andal mikroskop, Jon Wells, di Oxford Brookes University, Amerika Serikat.

Sampel rambut Dipu Marak

Pakar konservasi kera, Ian Redmond, menyampaikan kepada BBC bahwa ada kesamaan antara pola kulit dari rambut ini dengan spesimen yang dikumpulkan oleh Edmund Hillary selama ekspedisi Himalaya pada tahun 1950an.

Hasil analisis tersebut mengungkapkan bahwa rambut itu berasal dari Himalayan Goral.

Himalayan Goral

Pada tahun 2010, sekelompok ilmuwan dan penjelajah Cina mengusulkan untuk memperbarui pencariannya di Distrik Kehutanan Shennongjia, provinsi Hubei, yang sebelumnya merupakan lokasi ekspedisi di tahun 1970 dan 1980an.

Pada sebuah konferensi di Rusia pada tahun 2011, para ilmuwan dan peminat yang ikut berpartisipasi, menyatakan bahwa mereka mempunyai 95% bukti keberadaan Yeti.

Namun, klaim tersebut diperdebatkan oleh antropolog Amerika, dan andal anatomi, Jeffrey Meldrum, yang menerka bahwa pernyataan tersebut hanyalah sebuah perjuangan yang dilakukan oleh pejabat setempat untuk menghidupkan publisitas Yeti.

Pada Desember 2011, Yeti dilaporkan tertangkap di Rusia. Kisah itu bermula ketika seorang pemburu melaporkan telah melihat seekor makhluk mirip beruang yang mencoba membunuh salah satu dombanya. Dia kemudian melepas tembakan ke arahnya, sehingga membuat makhluk itu melarikan diri ke hutan.

Lalu tentara patroli di perbatasan berhasil menangkap seekor makhluk bipedal betina mirip seekor gorila, pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa waktu kemudian, hal itu terungkap sebagai hoax, atau mungkin aksi publisitas untuk amal.

Lokasi inovasi "rambut Yeti" di gua Siberia

Beberapa dugaan Yeti sebagai binatang yang telah diketahui :

Kesalahan identifikasi satwa liar setempat telah disarankan sebagai klarifikasi untuk beberapa penampakan Yeti, termasuk seekor monyet langur (Chu-Teh) yang tinggal di dataran rendah, beruang biru Tibet, dan beruang coklat Himalaya, atau beruang merah Himalaya (Dzu-Teh).

monyet langur (Chu-Teh)

Beruang biru Tibet (Tibetan blue bear)

Beruang coklat Himalaya, dikenal juga sebagai Beruang Merah Himalaya,
Beruang Isabelline atau Dzu-Teh

Sebuah ekspedisi ke Bhutan melaporkan bahwa sampel yang diperoleh dari Analisis DNA, Profesor Bryan Skykes, tidak sanggup diubahsuaikan dengan binatang yang telah diketahui. Setelah analisis selesai dan ditunjukkan kepada media, balasannya dengan terperinci menawarkan bahwa sampel itu berasal dari beruang coklat (Ursus Arctos) dan beruang hitam Asia (Ursus Thibetanus).

Beruang hitam Asia (Ursus Thibetanus)

Pada tahun 1986, pendaki gunung Tyrolean Selatan, Reinhold Messner, mengklaim bahwa ia pernah bertatap muka secara pribadi dengan Yeti. Dia menulis sebuah buku berjudul My Quest for the Yeti.


Menurut Messner, Yeti sebetulnya ialah beruang coklat himalaya yang terancam punah, di mana beruang itu sanggup berjalan tegak maupun merangkak.


Pada tahun 2003, peneliti Jepang dan pendaki gunung, Dr. Makoto Nebuka, menerbitkan hasil studi linguistik selama dua belas tahun, yang menyatakan bahwa kata Yeti ialah perubahan dari kata Meti, sebuah istilah logat kawasan untuk seekor "beruang".

Nebuka mengklaim bahwa etnis Tibet takut, dan menyembah beruang sebagai makhluk gaib.

Klaim Nebuka tersebut pribadi mendapat kritikan, dan ia dituduh telah melaksanakan kecerobohan yang berkenaan dengan ilmu bahasa.

Pada bulan Oktober 2013, spesialis genetika Inggris menyampaikan bahwa ia mungkin telah memecahkan misteri Yeti, sehabis mencocokkan DNA dari dua binatang yang dikatakan sebagai makhluk lengendaris Himalaya.
"Kami telah menemukan kecocokan genetik yang sempurna antara dua sampel dari Himalaya dan beruang kutub kuno."
Dua sampel itu diambil dari Kashmir (Ladakh) sekitar 40 tahun yang lalu, dan di Bhutan sekitar satu dekade yang lalu.

Bryan Sykes menyampaikan bahwa sampel DNA dari Himalaya 100% cocok dengan sampel dari tulang rahang beruang kutub kuno yang ditemukan di Svalbard, Norwegia.


Dr. Grover Krantz kemudian beropini bahwa Yeti ialah makhluk yang berjalan tegak, sedangkan beruang tidak. Yeti juga tampaknya mempunyai jempol berlawanan yang memungkinkan ia untuk memegang dan melempar batu, sedangkan tidak ada seekor beruang yang sanggup melaksanakan hal tersebut.

Sementara itu, spekulasi lainnya menyampaikan bahwa makhluk yang dilaporkan sebagai Yeti, sanggup jadi ialah monyet raksasa Gigantophitecus.

Namun, Yeti pada umumnya digambarkan sebagai bipedal, sedangkan kebanyakan ilmuan percaya bahwa Gigantophitecus berjalan dengan tangan dan kakinya (seperti gorila). Kecuali jikalau monyet raksasa tersebut sanggup berevolusi secara khusus menjadi bipedal dan berjalan tegak.

Gigantophitecus

Catatan saksi mata menggambarkan Yeti mempunyai wajah yang datar, mirip mirip kera, dan tidak sesuai dengan beruang mana pun yang pernah ada. Secara keseluruhan, Gigantophitecus atau beberapa monyet besar lainnya, tampaknya merupakan klarifikasi yang lebih masuk nalar untuk identitas orisinil dari sosok Yeti.

Namun, pada simpulan November lalu, beredar sebuah kabar yang menyatakan bahwa ilmuwan telah berhasil memecahkan misteri dari makhluk legendaris Himalaya, Yeti.

Tim ilmuwan tersebut dipimpin oleh Charlotte Lindqvist, seorang ilmuwan di University at Buffalo (University of Buffalo).

Charlotte Lindqvist memakai pengurutan DNA Mitokondria untuk menguji 24 sampel "Yeti", termasuk sampel tulang, gigi, kulit, feses dan sampel rambut.

Berdasarkan teknik tersebut, mereka menemukan bahwa 23 sampel "Yeti" itu berasal dari beruang, sedangkan satu sampel berupa gigi diketahui berasal dari seekor anjing.

"Dengan jelas, sebagian besar legenda Yeti ada hubungannya dengan beruang."

"Saya bukan andal dalam legenda Yeti, saya bukan seorang antropolog, tetapi sebagai seseorang yang bekerja dengan genetika (mempelajari genetika), saya pikir ini ialah jenis pekerjaan yang sanggup menceritakan sebuah dongeng yang menarik."

Tulang paha yang ditemukan di gua di Tibet ini pada awalnya diduga
milik Yeti, namun kini diketahui bahwa itu milik seekor beruang

"Kami tidak bermaksud untuk memecahkan mitos ini. Kami berpikir terbuka, dan kami berguru sesuatu."

"Penemuan kami sangat menyarankan bahwa dasar biologis legenda Yeti sanggup ditemukan pada beruang lokal, dan penelitian kami menawarkan bahwa ilmu genetika harus sanggup mengungkapkan misteri serupa lainnya," kata Charlotte Lindqvist.

Analisis tersebut mengungkapkan bahwa sampel mereka berasal dari beruang coklat Himalaya (Himalayan brown bear) dan beruang hitam Asia (Ursus Thibetanus).

Menurut ilmuwan yang menerbitkan laporan mereka di Proceedings of the Royal Society Journal B, menyampaikan : "Setiap sub-spesies ini menghuni tempat berbeda di atap dunia (dataran tinggi Tibet), dan semuanya mungkin telah di salahartikan pada satu waktu atau waktu lainnya sebagai insan liar dari salju."

Penelitian ini juga telah mendorong untuk dilakukannya analisis DNA serupa terhadap makhluk legendaris lain, terutama makhluk serupa Yeti yang berada di Amerika Utara, yaitu Bigfoot.

(Sumber : Wikipedia, cryptidz.wikia)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

loading...

Iklan Bawah Artikel